Peran Pondok Pesantren dalam Pembentukan Kualitas SDM Indonesia (sebuah telaah terhadap pancasila sebgai dasar Negara)



BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Di lembaga inilah di ajarkan dan dididikan ilmu dan nilai-nilai agama kepada santri. Pada tahap awal pendidikan di pesantren tertuju semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama saja lewat kitab-kitab klasik atau kitab kuning. Ilmu-ilmu agama yang terdiri dari berbagai cabang di ajarkan di pesantren dalam bentuk wetonan, sorogan, hafalan, ataupun musyawarah. Pada tahap awal sistemnya juga berbentuk nonformal, tidak dalam bentuk klasikal, serta lamanya santri di pesantren tidak ditentukan oleh tahun tetapi oleh kitab yang dibaca. Biasa juga santri berpindah-pindah  dari satu pesantren ke pesantren lainnya umtuk mendalami ilmu yang lebih spesifik dari pesantren yang bersangkutan, dan biasa juga bagi santri yang memiliki kemampuan ekonomi melanjutkan pelajaran ke Mekkah atau ke Mesir (kairo).

B.     Rumusan Masalah
a.       Apa peran pondok pesantren dalam pembentukan kualitas SDM Indonesia?

C.     Tujuan
a.       Untuk mengetahui peran pondok pesantren daloam pembentukan kualitas SDM Indonesia




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Peran Pondok pesantren Dalam Pembentukan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia (Sebuah Telaah Terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara)
Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam paling awal di Indonesia. Jenis lembaga pendidikan ini dapat dijumpai di berbagai wilayah Indonesia. Tidak heran jika lembaga pendidikan ini memiliki beberapa sebutan lain. Di Sumatera Barat disebut ‘surau’ sementara di aceh disebut ‘dayah’ atau ‘meunasah’. Sebutan pesantren atau pondok pesantren pada mulanya hanya berlaku di Jawa, meskipun sekarang ini sudah menjadi nomenklatur paling umum. Penting diungkapkan bahwa  sebagai lembaga pendidikan  keislaman tradisional , pesantren juga ditemukan di wilayah Asia Tenggara. Di Thailand dan Malaysia, lembaga pendidikan ini berasal dari bahasa Arab, funduq, yang berarti ruang tidur, wisma atau hotel sederhana.[1]
Pada awal perkembangannya, ada dua fungsi pondok pesantren. Pertama, sebagai lembaga pendidikan dan kedua, sebagai lembaga penyiaran agama. Kendatipun kini telah banyak perubahan yang terjadi, namun inti fungsi utama itu masih melekat pada pesantren. Sampai kini,  fungsi asli tersebut tetap dipelihara oleh pesantren dari pengaruh apa yang disebut modernisasi. Ini mungin dilakukannya karena pesantren mempunyai “wilayah sosial” yang mengandung daya resistansi terhadap pengaruh buruk modernisasi.[2]
Sebagai lembaga pendidikan islam, pondok pesantren memiliki tujuan yang berimbang dengan cita-cita nasional. Menurut undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi  manusia yang beiman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[3] meskipun pondok pesantren tidak disebutkan secara khusus dalam undang-undang diatas, namun fungsi dan tujuan pondok pesantren sama dengan tujuan nasional juga yaitu mncerdaskan kehidupan bangsa melalui lembaga pendidikan pesatren tersebut.
Salah satu persoalan esensial yang kini melanda dunia pendidikan Indonesia adalah persoalan yang berkaitan dengan dimensi moralitas. Moralitas sebagai salah satu tolak ukur dan koridor perilaku serta segenap manifestasi dimensi sosial-kemanusiaan meniscayakan terhadap nilai-nilai kebaikan bersama. Pendidikan dengan tujuannya yang ideal diharapkan menjadi media untuk melestarikan nilai-nilai moralitas tersebut.[4]
Namun, faktanya tidaklah selalu sebagaimana yang diidealkan. Di dalam dunia pendidikan, ternyata berkembang berbagai bentuk perilaku yang acap justru tidak sesuai, bahkan kontradiktif dengan nilai-nilai moralitas. Bentuknya bermacam-macam mulai dari perilaku para pendidik yang tidak mencerminkan jiwa kependidikan, birokrasi yang menimpang, kekerasan dan lain-lain. Disinilah pendidikan islam sangat di butuhkan untuk mengendalikan hal-hal yang jauh dari moralitas. Nilai-nilai pendidikan islam dalam hal ini pesan agama menumbuhkan kesadaran akan makna hidup dengan nilai ibadah, pengabdian kepada Tuhan baik ibadah personal maupun ibadah yang bersifat sosial yang memberi manfaat bagi kehidupan lingkunagn sosialnya.[5]
Dalam bidang pendidikan di indonesia, kualitas sumber daya manusia masih menjadi persoalan utama. Bertolak dari permasalahan yang dihadapi, pendidikan luar sekolah berusaha mencari jawaban dengan menelusuri pola-pola pendidikan yang ada. Seperti pesantren dan pendidikan keagamaan lainnya  yang keberadaannya sudah jauh sebelum indonesia merdeka, bertahan hidup sampai sekarang dan dicintai, dihargai dan di minati serta berakar dalam masyarakat. Disisi lain masyarakat merasakan adanya  kebermaknaan dari program-program belajar yang disajikan bagi kehidupannya, karena pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata masyarakat. Pesantren sangat menekankan pentingnya mempelajari ilmu-ilmu keislaman  daripada ilmu-ilmu lain. Dhofier menulis bahwa pendidikan pesantren bertujuan “meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para murid  untuk hidup sederhana dan bersih hati”. Dari keterangan tersebut  dapat disimpulkan bahwa aspek perilaku dan spiritualitas  mendapatkan tekanan penting, sementara ilmu-ilmu pengetahuan umum  yang lebih bersifat duniawi tidak disebutkan sama sekali. Secara lebih luas, pesantren memiliki peranan  sebagai tempat reproduksi  ulama, tempat penyebaran dan pembelajaran ilmu-ilmu keislaman, dan penjaga serta pemeliharaan tradisi islam. Pimpinan pesantren awal anad ke-20 pada umumnya adalah alumni pesantren.[6] dilihat dari segi hasilnya seperti yang telah disebutkan secara ringkas di atas sebagai salah satu lembaga pendidikan islam, pondok pesantren memiliki peranan yang mupuni dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia indonesia.
Pondok pesanten bukan hanya sebagai lembaga yang di dalamnya mengupas tentang keagamaan saja, melainkan didalamnya juga ditanamkan nasionalisme dengan nilai-nilai pancasila yang selaras dengan kebiasaan yang ada di pesantren.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara , pancasila memiliki nilai-nilai penting dalam kehidupan manusia dan bangsa. Dengan adanya nilai-nilai tersebut diharapkan  dapat membuat kehidupan masyarakat yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana yang telah tertera dalam pembukaan  UUD 1945. Tujuan materi pancasila dalam rambu-rambu pendidkian  kepribadian mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa teradap Tuhan Yang maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama , kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, memantapkan kepribadian mahasiswa agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dan dasar pancasila, rasa kebanggan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni dengan penuh rasa tanggung jawab dan bermoral.[7]
Untuk merealisasikan pancasila, perlu adanya didikan yang ditanamkan terhadap setiap  insan dalam kehidupan sehari-harinya. pondok pesantren memiliki kaitan erat dengan paancasila dalam pengamalan segala aspek kehidupan. Berikut adalah kupasan poin-poin pancasila yang ditanamkan dalam kehidupan pondok pesantren sebagai pembentuk kualitas sumber daya manusia.
1.      Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Poin pancasila  yang pertama ini mengandung artian bahwa keberadaan  Tuhan itu nyata. Dialah yang menciptakan alam semesta dan isinya. Hal ini selaras pula dengan pasal 29 ayat 1 UUD 1945. negara indonesia yang berketuhanan yang maha esa adalah bukan negara atheis yang mengingkari hakekat keberadaan Tuhan. negara berketuhanan yang maha esa berkonsekuensi bahwa negara memberikan kebebasan yang asasi terhadap semua warganya untuk percaya dan meyakini adanya Tuhan sesuai dengan keyakinan agama masing-masing.
Dikehidupan pondok pesantren tentu sila pertama ini sangat diutamakan untuk ditanamkan karena menjadi suatu kewajiban bagi umat  islam agar senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Di pondok pesantren lebih banyak melakukan aktivitas untuk beribadah kepada Allah seperti mengaji pagi, siang dan malam. Sebagai contoh dalam pengertian waktu, di pesantren konsep waktu diukur dari segi salat khususunya salat wajib lima waktu, sedang dalam masyarakat luas diukur dari  kegiatan kehidupan atau program kerja keduniawian selama 24 jam. Waktu yang sering digunakan di pesantren adalah waktu beribadah kepada Allah bukan waktu dalam arti 24 jam sebagaimana kebiasaan dalam kehidupan masyarakat. Maka dapat dimaklumi kalau pada saat menjelang magrib masih ada santri yang mencuci pakaian, pagi-pagi buta mereka sudah berangkat kerja dan sebagainya.
Selama 24 jam para santri terfokus pada nilai-nilai ketaqwaan daripada aktivitas umum lainnya. pun diajarkan agar senantiasa bertoleransi terhadap agama dan kepercayaan orang lain seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an yaitu Surah Al-Ikhlas agar tertanam sikap saling menghargai dan toleransi terhadap agama lain ketika sudah berbaur dengan masyarakat denhan agama yang berbeda-beda.
2.      Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab
Dalam poin kedua ini menjelaskan bahwa setiap orang memiliki kedudukan atau derajat yang sama. Manusia harus mengembangkan sikap saling mencintai terhadap sesama, tidak membeda-bedakan suku, ras, agama, kedudukan sosial dan sebagainya.
Poin ini juga mengandung arti nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan  pada umumnya baik terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun terhadap lingkungannya.
Ini juga ditanamkan dalam lingkungan pesantren karena di pesantren semua santri tidak dibedakan mana si kaya dan si miskin, semuanya dilatih untuk hidup sederhana, yang dimaksud sederhana di pesantren adalah sikap hidup, yaitu sikap memandang sesuatu, terutama materi, secara wajar, proposional dan fungsional. Sebenarnya banyak santri yang berkatar belakang orang kaya tetapi mereka di latih hidup sedehana.[8] perbedaan bahasa, daerah, dan aspek apapun tidak dipermasalahkan di pesantren, sama sekali tidak ada pendiskriminasian. semua santri harus tetap saling menyayangi satu sama lain demi satu tujuan yaitu menuntut ilmu dan beribadah kepada Allah. hal ini sesuai dengan sistem pondok pesantren yang mengutamakan sistem kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
3.      Sila ketiga, Persatuan indonesia
Merupakan pandangan hidup bangsa dalam mewujudkan  dan menyatukan  paham seseorang, golongan, suku dan selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan  sehingga tidak terpecah belah.Salah satu contoh dilingkungan pesantren terkait dengan poin pancasila ketiga adalah  bahwa para santri dari berbagai daerah dengan beragam kebiasaan, bahasa dan sebagainya namun mereka memiliki persatuan yang kuat. santri-santri dari berbagai daerah bersatu di pondok dengan tujuan menimba ilmu dan mencari keridhoan Allah SWT.           Bentuk kegiatan pemersatu di pondok pesantren seperti pengajian, masak bersama, dan acara kultum
4.      Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat  kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Sebagai warga negara sekaligus masyarakat, setiap manusia indonesia mengutamakan musyawarah dalam membuat keputusan untuk kepentingan bersama serta menghormati, menjunjung tinggi keputusan yang diperoleh dari musyawarah. Musyawarah bertujuan untuk menumpuk rasa semangat kekeluargaan dan rasa tanggung jawab dalam menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah. Kehidupan di pesantren menampakkan semangat demokrasi, karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problem nonkurikuler mereka sendiri. Santri melaksanakan ketaatan penuh pada kiai sebagai penguasa tertinggi di pesantren santri dididik emiliki rasa kebersamaan yang tinggi. Dalam pesantren berlaku prinsip; dalam hal kewajiban, individu harus menunaikan kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam hal hak, individu harus mendahulukan kepentingan orang lain sebelum kepentingan diri sendiri. sikap yang diiliki para santri yaitu kebijaksanaan menurut ajaran islam. Anak didik dibantu agar mampu memahami makna hidup, keberadaan, peranan serta tanggung jawabnya dalam kehidupan di masyarakat. [9]
5.      Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
Poin ini mengandung makna mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, saling membantu dan tolong menolong serta mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong royongan. di pondok pesantren, sanri dididik untuk membiasakan hidup bergotong royong, contohnya kerja bakti.
Kegiatan ini dimaksudkan agar santri memiliki kebiasaan pola hidup bersih. Karena seperti yang telah diriwayatkan bahwa kebersihan adalah sebagian daripada iman. Dalam kerja bakti ini juga para santri akan belajar bekerja dalam tim, membangun kerjasama, pembagian peran, tugas dan tanggung jawab.
Selain itu di dunia pesantren juga telah diperkenalkan berbagai bentuk keterampilan. Dengan demikian ada 3 “H” yang dididikan  kepada santri saat sekarang ini, yaitu “H” pertama, head, atrinya kepala, maknanya mengisi otak santri dengan ilmu pengetahuan. “H” kedua yaitu heart yang artinya hati, maknanya mengisi hati santri dengan iman dan taqwa, dan “H” ketiga adalah hand yang artinya tangan, pengertiannya kemampuan bekerja. Dengan berdasarkan kemampuan ketiga “H” tersebut pesantren saat sekarang ini akan berperan sebagai lembaga pendidikan islam  yang mencetak kader ulama, bangsa dan negara.[10]
Dengan berbagai kegiatan di pondok tersebut di maksudkan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah civitas akademika pondok pesantren termasuk didalamnya kiai, pengasuh, ustadz-ustadzah, pengurus dan santri akan dapat membantu mewujudkan pembangunan nasional. Buktinya telah banyak alumni pondok pesantren yang memiliki kontribusi bagi agama, nusa dan bangsa diantaranya adalah:
a.       KH. Hasyim Asy’ari (pendiri jam’iyah Nahdatul ulama)
b.      KH. Hasyim Muzadi (ketua PB Nahdatul Ulama)
c.       Prof. Nurkholis Madjid (mantan rektor Universitas Paramadina)
d.      Dr. Din Syamsudin (sekretaris umum MUI)
e.       KH. Abdurrahman Wahid, salah seorang kiai yang terkenal sebagai mantan presiden RI.
Banyak tokoh nasional dan bahkan internasional yang lahir dari lingkungan pesantren. Hal tersebut menunjukan bahwa pesantren memiliki kekuatan dan kemampuan strategis dalam menghasilkan manusia berkualitas, memiliki pengetahuan luas, berpikiran maju dan berwawasan kebangsaan yang kuat.[11]
Berdasarkan uraian ini jelaslah bahwa pesantren dapat menyumbang penanaman iman, suatu yang diinginkan oleh tujuan pendidikan nasional. Budi luhur, kemandirian, kesehatan rohani, adalah tujuan-tujuan pendidikan nasional, yang juga merupakan tujuan utama pendidikan pesantren.














BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pesantren berasal dari santri yang berarti “terpelajar” atau “ulama”. Jika santri menunjuk kepada murid, maka pesantren menunjuk kepada lembaga pendidikan. Jadi pesantren adalah tempat belajar bagi para santri. Pesantren disebut juga pondok pesantren. Kedua sebutan itu sering kali digunakan secara bergantian dengan pengertian yang sama. Kamus besar bahasa indonesia menyebut ‘pondok’ dan ‘pesantren’ dengan pengertian yang sama, yaitu “asrama dan tempat murid-murid belajar mengaji”.
Di dunia pesantren juga telah diperkenalkan berbagai bentuk keterampilan. Dengan demikian ada 3 “H” yang dididikan  kepada santri saat sekarang ini, yaitu “H” pertama, head, atrinya kepala, maknanya mengisi otak santri dengan ilmu pengetahuan. “H” kedua yaitu heart yang artinya hati, maknanya mengisi hati santri dengan iman dan taqwa, dan “H” ketiga adalah hand yang artinya tangan, pengertiannya kemampuan bekerja. Dengan berdasarkan kemampuan ketiga “H” tersebut pesantren saat sekarang ini akan berperan sebagai lembaga pendidikan islam  yang mencetak kader ulama, bangsa dan negara.

B.     Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.


[1] Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad Ke-20;Pengumulan Antara Modernisasi Dan Identitas, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 75.
[2] Muhammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 146
[3] http://plsbersinergi,blogspot.com
[4] As’aril Muhajir, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual,  (Jakarta: Arruz Media, 2011), h.31
[5] Abdurrachman Mas’ud, dkk, Paadigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta:FAKULTAS TARBIYAH IAIN WALISONGO SEMARANG), 2001, Hlm. 341
[6] Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2010), hlm. 84
[7] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyaarta: Paradigma, 2014), hlm. 6
[8] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2011), h.202
[9] Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, (Yogyakarta:LKIS, 2008), h.165
[10] Haidar Putra Daulay, Penddidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 26
[11] Rustam ibrahim, Bertahan Di Tengah Perubahan; Pesantren Salaf, Kiai Dan Kitab Kuning, (Jogjakarta: Sibuku, 2015), h.87

Komentar

  1. sangat bagus dan membantu terkait informasi tentang pondok pesantren

    BalasHapus

Posting Komentar